Sabtu, 15 Januari 2011

Motivasi Tanpa Lebay (berlebihan)

Kita semua pernah merasakan semangat yang luar biasa. Membayangkan sebuah proyek impian sampai tidak bisa tidur. Termotivasi tingkat tinggi. Tapi hanya sebentar...Besok paginya, atau beberapa hari setelahnya, kita kembali normal. Bahkan motivasi yang sebelumnya membara, menjadi redup. Dan akhirnya mati. Motivasi yang dipicu emosi sesaat yang tidak tahan lama. Apakah familiar?

Banyak motivator menggunakan cara-cara membakar motivasi seperti ini. Suasana seminar dengan musik rock, teriakan membahana, berdiri tegak dan melompat-lompat, menggebrak meja, dll. Peserta diajarkan mengepalkan tangan dan mengatakan 'yes' dengan lantang atau kata-kata bersemangat lainnya seperti: dahsyat, luar biasa, sukses, pasti bisa!, dll. Dan kita pun menjadi sangat-sangat bersemangat dan emosional.

Tapi sayangnya, motivasi ini tidak bertahan lama. Sesampainya peserta di rumah, kembali ke realita, bekerja seperti biasa, dan semangat dari sang motivator lebay pun lenyap bagai asap. Ide-ide inspirasional seperti memulai bisnis baru, memudar sebelum sampai tahap eksekusi. Seminggu kemudian, ide itu pun mati tanpa ditindaklanjuti, seiring motivasi yang meredup lagi. Lalu, bagaimana mengelola motivasi hingga dampaknya bertahan lama?

Saya sudah meneliti dan mengikuti berbagai metode motivasi oleh para motivator lebay ini. Mereka bagus, bisa membuat kita termotivasi tingkat tinggi. Sayangnya motivasi tersebut tidak tahan lama, karena tidak praktis. Karena, tehnik motivasi yang digunakan, memanfaatkan emosi. Emosi peserta, dipancing dengan kegiatan-kegiatan emosional. Berteriak, melompat atau dengan membayangkan kesenangan plus kesusahan yang akan diterima.

Sayangnya, emosi bersifat sementara. Manusia, sehari-hari lebih banyak menggunakan logika dan rasionalitas. Emosi hanya sebagai pemicu dan kebanyakan dari kita, lebih aktif berpikir. Kalau seseorang terus-menerus emosi, apa yang terjadi? Bisa stres, gila, sakit, depresi, dll. Jadi yang diperlukan untuk motivasi jangka panjang adalah intelektualitas, bukan emosi yang sesaat.

Motivasi yang tahan lama adalah motivasi yang terencana dengan jelas dan bertransformasi menjadi kebiasaan/habit. Namun, motivasi intelek ini juga harus memuat kandungan emosional, namun tidak berlebihan. Bagaimanakah konsep motivasi yang tahan lama seperti ini?

Pertama-tama, kita harus menetapkan tujuan menjadi sasaran-sasaran dengan parameter yang jelas. Selanjutnya, sasaran dipecah-pecah menjadi beberapa langkah tindakan yang memiliki ukuran atau indikator. Semua yang direncanakan harus menyertakan target minimal dan antisipasi dari potensi halangan (manajemen risiko).

Lalu akhirnya, kita jadikan aktivitas menuju tujuan ini sebagai kebiasaan, yang dilakukan minimal 66 hari sebelum menjadi kebiasaan yang permanen.

Contohnya: jika saya termotivasi untuk berolahraga, saya melakukannya dengan logika dan pemikiran yang rasional. Saya melakukannya untuk kesehatan. Saya tak perlu memompa emosi untuk pergi ke gym. Saya akan membuat tujuan yang jelas, bukan hanya mengatakan saya akan berolahraga 3 kali seminggu, namun saya akan tuliskan di samping cermin: Saya akan berolahraga selama 30 menit pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu sore di Gym A bersama B latihan aerobik, angkat beban atau berlari/jogging sendiri. Lalu saya cukup hanya dengan membuat rencana yang detail dan antisipasinya (misalnya kalau hujan), ajak teman atau keluarga jika saya malas, dan tinggal pergi ke gym setiap hari yang ditentukan selama minimal 2 bulan agar menjadi kebiasaan yang tetap.

Namun, seperti yang saya katakan sebelumnya. Kita perlu emosi pemicu. Tapi emosi pemicu ini tidak perlu berlebihan. Emosi pemicu adalah tekanan yang kita harus rasakan untuk memulai program aktivitas yang telah kita rencanakan. Bagaimana caranya?

Kita bisa pilih, kita melakukan aktivitas yang direncanakan ini dengan pemicu: rasa takut atau rasa cinta. Lalu, kita tetapkan tujuan yang menantang dengan tidak terlalu mudah tapi agak sulit namun tak mustahil. Tetapkan tujuan sedikit di atas zona nyaman kita namun tetap terjangkau dengan usaha ekstra. Inilah yang disebut sebagai tekanan positif.

Lalu, bagaimana memicu motivasi awal dengan perasaan cinta atau rasa takut? Ini ada hubungannya dengan emosi yang disebut marah. Kemarahan adalah emosi unik yang dianggap negatif namun ternyata adalah emosi positif menurut riset ilmiah terkini.

Kita harus transformasikan perasaan menjadi kemarahan yang berfungsi sebagai bahan bakar motivasi-produktivitas kita. Tinggal bagaimana caranya agar kita mampu mengelola dan mengontrolnya. Saya akan paparkan di tulisan selanjutnya. Motivasi yang dipicu dengan rasa cinta atau takut, yang didorong oleh amarah yang positif.

Sampai nanti, jika Anda membutuhkan konsultasi atau menginginkan saya mengadakan training motivasi-marketing di perusahaan Anda, hubungi: 087878105050